Jurnal Berita

Sebuah Berita dan Informasi dari Seluruh Dunia

Money

Bicara Tanda Kiamat Makin Dekat, Bill Gates Sebut Indonesia

Jakarta, CNBC Indonesia – Pendiri Microsoft Bill Gates berbicara tentang salah satu pendorong ‘kiamat’. Bahkan dalam blognya pada Februari lalu ia berbicara tentang Indonesia.

Menurut Gates, aktivitas di Bumi menghasilkan 51 miliar ton gas rumah kaca setiap tahunnya. Hingga 7% berasal dari produksi lemak dan minyak dari hewan dan tumbuhan.

“Untuk melawan perubahan iklim kita harus menurunkan angkanya menjadi nol,” ujarnya, dikutip dari blog pribadinya, Minggu (5/5/2024).

Apalagi, Gates menyadari rencana penghapusan konsumsi lemak hewani bagi manusia tidak realistis. Pasalnya, manusia bergantung pada lemak hewani karena alasan yang logis.

Lemak hewani menyimpan nutrisi dan kalori yang dibutuhkan manusia. Namun, ada cara untuk mengekstraksi lemak tanpa menimbulkan emisi, menganiaya hewan, dan menghasilkan bahan kimia berbahaya.

Solusinya, kata Gates, ditemukan oleh sebuah startup bernama “Savor.” Gates juga salah satu investornya.

Rasa membuat lemak dari proses yang melibatkan karbon dioksida dari udara dan hidrogen dari air. Senyawa tersebut kemudian dipanaskan dan dioksidasi sehingga komponen asamnya terpisah sehingga menghasilkan formulasi lemak.

Gates menyatakan bahwa lemak yang dihasilkan memiliki molekul yang sama dengan yang ada pada susu, keju, daging sapi, dan minyak sayur.

Kelapa Sawit dan Indonesia

Selain produksi lemak hewani yang merusak lingkungan, Gates juga menyoroti faktor yang memberikan dampak lebih besar, yakni minyak sawit.

“Saat ini minyak sawit merupakan lemak nabati yang paling banyak dikonsumsi di dunia. Beberapa diantaranya terdapat pada makanan sehari-hari seperti kue, mie instan, krim kopi, makanan beku, untuk riasan, sabun mandi, pasta gigi, deterjen, deodoran, dan makanan kucing. .Susu bayi, dll, minyak sawit juga digunakan untuk biofuel dan mesin diesel.

Gates menegaskan, permasalahan minyak sawit bukan hanya soal penggunaannya, tapi juga cara produksinya. Mayoritas varietas kelapa sawit asli Afrika Barat dan Tengah tidak tumbuh di banyak wilayah. Pohon itu hanya tumbuh dengan baik di tempat yang dilintasi garis khatulistiwa.

“Hal ini menyebabkan deforestasi di wilayah khatulistiwa untuk perkebunan kelapa sawit,” kata Gates.

Proses ini berdampak negatif terhadap keanekaragaman alam dan menyebabkan perubahan iklim. Pembakaran hutan menghasilkan emisi yang sangat besar ke atmosfer dan menyebabkan peningkatan suhu.

“Pada tahun 2018, kerusakan yang terjadi di Malaysia dan Indonesia saja sudah cukup parah hingga menyumbang 1,4% emisi global. Angka ini lebih besar dibandingkan seluruh negara bagian California dan hampir sama dengan industri penerbangan dunia,” jelas Gates.

Sayangnya, Gates mengakui peran kelapa sawit sulit tergantikan. Sebab, bahan baku kelapa sawit murah, tidak berbau, dan melimpah.

“Minyak sawit juga merupakan satu-satunya minyak nabati dengan keseimbangan lemak jenuh dan tak jenuh yang hampir sama, sehingga minyak ini serbaguna. Jika lemak hewani merupakan bahan utama dalam beberapa makanan, maka minyak sawit adalah solusi yang dapat digunakan untuk membuat hampir semua makanan makanan. Produk makanan dan non-makanan memiliki kinerja yang lebih baik,” jelas Gates.

Oleh karena itu, Gates mengatakan sudah ada perusahaan yang mencoba mengatasi hal ini. Salah satunya adalah C16 Biosciences, yang mencoba menciptakan alternatif pengganti minyak sawit.

Sejak 2017, Gates mengatakan C16 telah mengembangkan produk dari mikroba ragi liar menggunakan proses fermentasi yang menghasilkan nol emisi.

Meskipun secara kimiawi berbeda dengan minyak sawit konvensional, minyak C16 mengandung asam lemak yang sama, sehingga dapat digunakan untuk aplikasi serupa.

Tonton video di bawah ini: Bos raksasa teknologi berkunjung ke RI, apakah hilirisasi digital akan maju? (mkh/mkh)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *