Jurnal Berita

Sebuah Berita dan Informasi dari Seluruh Dunia

Syariah

Bikin Beban! DPR Usul Penghapusan Kelas 1,2,3 BPJS Kesehatan Batal

JAKARTA, CNBC Indonesia – Banyak anggota Komite IX DPR RI yang meminta pemerintah membatalkan penerapan Rawat Inap Standar (KRIS) di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Anggota DPR menilai perubahan layanan ini akan menjadi beban berat bagi masyarakat, seperti halnya Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

“Iuran BPJS Kesehatan 1%, BPJS Ketenagakerjaan 2%, Tapera 3%, jadi beban negara 6%, tapi akhirnya keluar dari kantong BPJS lewat program KRIS tolong. Kira-kira begini lho,” kata Anggota Komite IX DPR Irma Suriani Chaniago dalam rapat kerja dengan Wakil Menteri Kesehatan, Dirut BPJS di Gedung DPR, Jakarta, Kamis, (( 6/6/2024).

Irma menjelaskan dampak dari rencana penerapan kontribusi individu pada sistem KRIS. Ia mengatakan, penerapan satu iuran, masyarakat miskin yang sebelumnya berada di kelas 3 harusnya mendapat bayaran lebih. Sedangkan peserta kelompok 1 dan 2 akan dibayar lebih murah. Ia menilai perubahan iklim akan semakin memberatkan perusahaan.

Irma menduga penerapan sistem KRIS hanyalah siasat pemerintah demi kepentingan asuransi swasta. Sebab dalam sistem KRIS, peserta yang memiliki asuransi swasta bisa mengupgrade ruang perawatannya ke kelas yang lebih tinggi.

“Masalahnya masyarakat, Pak. Kalau mau bekerja sama dengan asuransi swasta, sebaiknya jangan banyak-banyak yang menggunakan program seperti itu,” ujarnya.

Selain itu, Irma juga menekankan kesiapan rumah sakit dalam menerapkan kebijakan KRIS. Menurutnya, banyak laporan yang diterimanya dari pasien BPJS yang kesulitan mendapatkan kamar karena ketersediaan kamar.

“Kalau belum siap, lebih baik tidak dilaksanakan, mohon maaf kepada BPJS,” ujarnya.

Hal senada juga diungkapkan Anggota Komite IX DPR lainnya, Yahya Zaini. Menurut dia, banyak anggota panitia yang meminta pembatalan atau penundaan rencana tersebut.

“Dulu anggota IX terkesan ingin menentang kelanjutan KRIS, bahkan ada yang mencoba membatalkan atau menundanya,” ujarnya.

Yahya mengatakan, dia memeriksa rumah sakit di wilayahnya di Midion. Ia menunjukkan kesiapan rumah sakit dalam menerapkan standar 12 poin ruangan rumah sakit di KRIS. Dia mengatakan banyak kepala rumah sakit yang menyatakan siap.

Namun mereka mengeluhkan berkurangnya jumlah tempat tidur. Pasalnya, KRIS membutuhkan satu ruangan di rumah sakit yang dapat diisi maksimal 4 pasien. “Ada pengurangan jumlah tempat tidur sebesar 15%,” ujarnya.

Menurut dia, pengurangan jumlah tempat tidur akan menyebabkan keterpakaian pasien. Oleh karena itu, hal ini juga mempengaruhi pendapatan rumah sakit.

Artinya penerapan KRIS berdampak pada penurunan pendapatan rumah sakit, ujarnya. Simak video dibawah ini: Video: Sistem BPJS Kesehatan Kelas Sia-sia, Untung atau Rugi? (rsa/mij)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *