Jurnal Berita

Sebuah Berita dan Informasi dari Seluruh Dunia

Ragam

Kenang Cara Soeharto Bereskan Masalah di Bea Cukai: Bubarkan!

Jakarta, CNBC Indonesia – Direktorat Jenderal Pajak dan Cukai menjadi perbincangan dalam beberapa hari terakhir. Banyak warga yang mengeluhkan tarif tinggi yang dikenakan tanpa alasan saat mengimpor barang ke Indonesia dari luar negeri.

Ambil contoh, dana hibah sekolah swasta yang menelan biaya ratusan juta. Atau kasus denda administrasi yang dikeluarkan tanpa alasan yang sah bisa mencapai Rp 20 juta.

Kasus-kasus seperti ini membuat marah masyarakat. Mereka percaya bahwa Pejabat Pertahanan tidak dapat memahami masalahnya meskipun pemerintah mengeluarkan banyak uang. Persoalan budaya tidak hanya terjadi saat ini saja, melainkan pernah terjadi di masa lalu. Tentu saja juga dihapuskan pada masa Presiden Soeharto.

Masalah prosedural mencakup penipuan dan korupsi. Jurnalis Mochtar Lubis dalam editorialnya di Harian Indonesia Raya (1997) memberitakan kasus ini.

Menurut dia, petugas bea cukai dan pedagang tetap buka. Tentu saja mereka sering berdiam diri ketika menyangkut tugas-tugas administratif. Hal ini juga disetujui oleh Menteri Keuangan Ali Wardhana.

Pada Mei 1971, saat berkunjung ke kantor Bea dan Cukai di Tanjung Priuk, Ali melihat banyak pekerja yang tidak bisa bekerja. Ia juga mendengar bahwa mereka terlibat kasus pencucian uang. Bagi Ali, situasi ini tidak adil dan membuatnya marah.

Pada dasarnya pekerja tradisional merupakan kelompok pekerja dengan upah yang tinggi. Saat itu, mereka baru mendapat kenaikan gaji sebesar 9 kali lipat gajinya. Namun peristiwa ini tidak mengubah mereka. Akibat praktik buruk tersebut, seperti dilansir Majalah Financial Media (2019), ekonom Emil Salim mengatakan pemilik budaya bisa kaya selama tujuh generasi.

Ali Wardhana menerapkan berbagai kebijakan untuk mengubah kondisi tersebut seperti transfer dan hukuman. Namun, hasilnya tidak dapat disimpulkan. Korupsi dan penipuan terus berlanjut. Dihadapkan pada dilema etika, Ali mengambil pilihan terakhir: penolakan.

Pada tahun 1983, saat menjabat sebagai Menteri Koordinator Perekonomian, Ali meminta Presiden Soeharto untuk menghapuskan Tarif dan Pajak. Presiden setuju untuk melakukannya dua tahun kemudian. Peran Administrasi Pajak dan Bea Cukai kemudian digantikan oleh Société Générale de Surveillance (SGS) Swiss.

Dengan dihapuskannya Bea Masuk dan Pajak maka permasalahan besar ini akan segera hilang. Prosedur impor-ekspor menjadi lebih mudah, biaya administrasi berkurang, dan pendapatan dari sektor bea cukai dan tarif meningkat. Tonton Video Di Bawah: Penggemar Mengeluh Keras Tentang Tas Olahraganya Dipenjara Oleh Penjaga (mfa/mfa)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *