Jurnal Berita

Sebuah Berita dan Informasi dari Seluruh Dunia

Market

Kisah Keruntuhan Kerajaan Bisnis Salim Setelah Berjaya 3 Dekade

Jakarta, CNBC Indonesia – Pendiri konglomerat Salim Group, Sudono Salim, sukses selama tiga dekade di masa pemerintahan presiden kedua Republik Indonesia, Soeharto. Namun kejayaan keduanya tiba-tiba hancur dalam hitungan hari pada Mei 1998.

Kedekatan Salim dengan Soeharto rupanya berujung kehancuran. Setelah Soeharto digulingkan pada Mei 1998, berbagai perusahaan Salim menjadi sasaran kemarahan massal.

Selama dua dekade terakhir, Salim telah berhasil membangun tiga kerajaan bisnis di tiga sektor, antara lain perbankan (Bank of Central Asia, BCA), bangunan (Indocement), dan makanan (Bogasari dan Indofood). Namun, semua ini perlahan-lahan runtuh ketika kita memasuki krisis tahun 1998, dan BCA menjadi yang terburuk.

Sejarawan MC Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern (2009) menyatakan bahwa klien menarik dana secara massal dan luas pada saat krisis. Ratusan orang rela antri berjam-jam demi menghabiskan seluruh tabungannya. Kondisi ini membuat BCA yang sudah tidak dipercaya lagi oleh masyarakat terancam bangkrut.

Pada akhirnya rangkaian krisis ini mencapai puncaknya pada bulan Mei 1998.

Salim yang dekat dengan Soeharto seolah menjadi petaka. Sentimen anti-Suharto yang muncul seiring krisis ekonomi yang meluas hingga kekacauan politik merupakan pukulan telak bagi Salim. Orang-orang yang mengetahui kedekatan keduanya, menjadikan Salim sebagai sasaran. Salim sebagai orang terkaya juga harus dihancurkan. Hal ini terjadi setelah demonstrasi berubah menjadi kerusuhan ras pada 13 Mei 1998.

Pada hari itu, kerusuhan, penjarahan dan pembakaran rumah, bangunan komersial dan banyak kendaraan melanda Jakarta dan sekitarnya (Kompas, 14 Mei 1998). Banyak orang yang terinspirasi dengan aksi ini. Mereka menargetkan bangunan dan kendaraan milik warga Tiongkok, dan bahkan menargetkan warga Tiongkok sendiri.

Jemma Purdey dalam Anti-Chinese Violence in Indonesia 1996-1999 (2013) menjelaskan bahwa stereotip bahwa mereka harus dibenci karena kaya dan dekat dengan penguasa Soeharto menimbulkan sikap rasis yang berkembang terhadap orang Tionghoa. Dan tokoh sentral yang dilampirkan dalam laporan itu adalah Sudono Salim.

“Perusahaan Baron dan keluarga Soeharto menjadi sasaran utama pembakaran dan penjarahan. Sasaran utama penyerangan adalah Bank Liem Sioe Liong, Asia Tengah,” tulis Ricklefs.

Sasaran kemarahan massal

Kisah Richard Borsuk dan Nancy Chng yang menjadi sasaran kemarahan massa, beruntung saat kerusuhan terjadi, Salim didampingi Sudono Salim, istri dan beberapa anaknya asal Amerika Serikat yang hendak menjalani operasi mata. . . Di Jakarta, hanya Anthony Salim yang bekerja di Wisma Indocement, Jl. Sudirman.

Saat itu, Anthony belum mau pulang ke rumah ayahnya di kawasan Roxy. Sebab, kerusuhan massal juga menyasar kawasan pemukiman di China. Ia takut jika Salim tetap tinggal di rumahnya, ia bisa dibunuh.

Kemudian nubuatan itu digenapi. Pada pagi hari tanggal 14 Mei, Antoine menerima kabar bahwa sekelompok pemuda berwajah mengancam, bersenjatakan kaleng bahan bakar dan peralatan, telah mengunjungi rumah ayahnya. Mereka ingin masuk ke rumah mewah Liem.

Anthony tidak bergerak. Ia langsung memerintahkan satpam untuk membiarkan massa masuk dan merusak rumahnya daripada dikurung dan menimbulkan pertumpahan darah.

“Dalam sekejap, semua mobil yang ada di garasi terbakar, termasuk seluruh rumah. Mereka membakar perabotan, mengambil gambar, dan menggeledah kamar. Bahkan mereka menulis kata-kata cabul di rumah itu,” kata Anthony kepada Richard Borsuk dan Nancy Chng.

Beberapa menit melakukan hal tersebut, asap hitam dengan cepat mengepul dari kediaman Salim. Di jalan, foto Salim dilempari batu dan dibakar massa yang marah. (Kompas, 15 Mei 1998).

Melihat situasi Jakarta yang sangat gawat, Anthony langsung berpikir untuk meninggalkan kantornya. Ia khawatir kantornya akan bernasib sama seperti rumahnya. Ia kemudian berangkat ke Bandara Halim untuk menuju Singapura dengan pesawat pribadi. Dari situlah Anthony memantau perkembangan bisnisnya pasca masa sulit tersebut.

Jatuhnya kerajaan bisnis

Setelah kerusuhan mereda dan Soeharto akhirnya mengundurkan diri, BCA mengalami kerugian terparah. Tercatat 122 cabang rusak, terdiri dari 17 kantor terbakar habis, 26 cabang rusak dan musnah, serta 75 cabang rusak namun tidak musnah. Kemudian, 150 ATM dirusak dan diambil uang tunai sehingga menimbulkan kerugian Rp3 miliar.

Selain BCA, Indofood juga ikut diserang. Pabriknya di Solo dirusak dan dibakar sehingga menimbulkan kerugian Rp 42 miliar. Pusat distribusinya di Tangerang juga dirusak gerombolan perampok. Hanya Indocement yang mampu bertahan.

Namun, pukulan telak menimpa sektor bisnis perbankan Empire. Seminggu setelah Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya pada tanggal 21 Mei 1998, pemerintah mengambil alih BCA, karena kondisi keuangannya yang semakin berdarah, tanpa memberikan kesempatan bagi bank tersebut. Pemerintah melalui Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) meresmikan BCA (Bank Built Over). Pengambilalihan ini dimaksudkan untuk membantu BCA terjatuh terlalu dalam.

Sejak saat itu, BCA tidak lagi berhubungan dengan keluarga Salim. Richard Borsuk dan Nancy Chng mengatakan Salim hanya bergantung pada Indofood untuk menghidupkan kembali mesin peruntungannya.

Kini, 25 tahun setelah kejadian memilukan itu, bisnis keluarga Salim semakin berkembang. Bisnisnya tidak hanya bisnis Indofood tetapi juga merambah ke sektor minyak dan gas, konstruksi, dan perbankan.

Sementara Medikaloka Hermina diketahui berencana membangun rumah sakit berstandar internasional di kawasan IKN. Rumah sakit ini ditargetkan bisa beroperasi pada Agustus 2024. Simak video di bawah ini: Video: Aset Tycoon Prajogo Pangestu melonjak hingga $62,9 miliar (fab/fab)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *