Jurnal Berita

Sebuah Berita dan Informasi dari Seluruh Dunia

Entrepreneur

Kisah Tukang Martabak Pencetus ‘Halalbihalal’ di Indonesia

Jakarta, CNBC Indonesia – Salah satu tradisi di Indonesia saat Idul Fitri tiba adalah halalbihalal. KBBI menyebutkan halalbihalal adalah pengampunan setelah selesai puasa Ramadhan.

Namun perlu diketahui bahwa kegiatan ini tidak ada dalam Al-Quran dan Hadits. Dalam Al-Qur’an dan Hadits, ada kegiatan silaturahmi yang wajib dilakukan tanpa memandang hari libur atau waktu tertentu. Artinya halalbihalal merupakan tradisi khas masyarakat Indonesia.

Lalu siapa yang pertama kali menciptakan halalbihalal? Pertanyaan ini sungguh membingungkan dan ada beberapa versi.

Imam Masjid Istiklal Nasaruddin Umar dalam bukunya Menelusuri Hakikat Silaturahmi (2022) mengatakan, tradisi ini bermula dari para pemuda Masjid Kawman Yogyakarta yang mengadakan acara saling memaafkan saat hari raya. Lebih lanjut, ada pula yang menyatakan halal-bihalal pertama kali dicetuskan oleh salah seorang anggota NU yakni Kay Wahab Shasbullah saat menggelar pertemuan di Istana Negara dalam rangka Idul Fitri.

Namun menariknya, ada versi lain yang menyebutkan berasal dari pedagang martabak di India.

Kisah ini diceritakan oleh Sunarta Pravirasujanta, pejabat Kementerian Kesehatan, dalam biografinya Merintis Perkembangan Farmasi Indonesia (1997). Dijelaskan Historia, kisah ini terjadi sekitar tahun 1935-1936, ketika Taman Srivedari, Sola, sering dikunjungi Sunartha.

Ada seorang pedagang martabak dari India. Ia menjual martobak seharga 7 kopek, namun saat puasa harganya naik menjadi 9-10 kopek per potong. Saat berjualan, Martabak kerap berteriak agar pengunjung bisa membeli produknya. Tentu saja saat itu martabak merupakan makanan baru dan belum ada yang tahu kehalalannya. Akibatnya, terdengar teriakan berikut:

“Martabak Malabar, halal bin halal, halal bin halal”,

Jeritan ini terus berlanjut hingga pengunjung menjadi terbiasa dan tidak nyaman. Karena sudah terbiasa, Sunarta mengatakan banyak orang yang mengadopsi pepatah tersebut, terutama kalimat “halal bin halal”.

Oleh karena itu kata “halal bin halal” yang diubah menjadi “halalbihalal” menjadi populer kemanapun orang pergi saat hari raya Idul Fitri, konon sejak saat itu kata halalbihalal masuk dalam kamus pemerintah Belanda dan masih menjadi bagian dari kamus bahasa Indonesia.

Namun versi ini bukanlah yang paling benar. Namun, apapun versinya, halalbihalal seharusnya menjadi wadah di mana kita bisa saling memaafkan. Pendeta kondang Quraish Shihab mengatakan dalam buku Lentera Hati (1994) bahwa kegiatan ini bertujuan untuk menciptakan keharmonisan antar umat, meskipun kegiatan ini mempertanyakan kebenaran dan bahasanya. Tonton video di bawah ini: Video: Keuntungan dari awal bisnis kopi di Indonesia (mfa/mfa)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *