Jurnal Berita

Sebuah Berita dan Informasi dari Seluruh Dunia

News

RI Diramal Punya ‘Nuklir’ Tahun 2032, Begini Siasatnya

Jakarta, CNBC Indonesia – Dalam hal ini, Indonesia akan memiliki pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) “nuklir” pada tahun 2032. Hal ini sejalan dengan perusahaan asal Amerika Serikat (AS), yakni PT ThorCon Power Indonesia (TPI), yang saat ini sedang merencanakan pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir pertama di negara itu.

Chief Operating Officer TPI Bob S. Effendi menargetkan Indonesia dapat mengoperasikan pembangkit listrik tenaga nuklir pertamanya pada tahun 2032, sejalan dengan usulan Peraturan Kebijakan Energi Nasional (RPP KEN) yang juga diumumkan pada tahun 2024.

“Pemerintah menargetkan DEN (Dewan Energi Nasional) dalam tinjauan Kebijakan Energi Nasional (KEN) saat ini yang sedang direvisi untuk tahun 2032. Sementara itu, kami di ThorCon yakin bahwa kami akan dapat beroperasi secara komersial pada tahun 2030. ,’ katanya kepada CNBC. Indonesia di Energy Corner, Selasa (30/4/2024).

Sementara itu, Bob menyatakan mendukung opsi nuklir yang masuk ke Indonesia tidak lain karena untuk mendukung tujuan net zero emisi (NZE) pada tahun 2060.

Memang, energi nuklir termasuk energi bersih dan bisa menggantikan batu bara yang saat ini menjadi “tulang punggung” energi di Indonesia. Batubara juga diperkirakan akan dihapuskan karena menghasilkan emisi karbon yang tidak sesuai dengan target NZE 2060.

“Dalam KEN yang masih berlaku yaitu PP (Peraturan Pemerintah) nomor 79 tahun 2014, energi nuklir ditempatkan sebagai upaya terakhir. Namun saat ini Dewan Energi Nasional bersama ESDM, karena kita ingat bahwa kita harus mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060 dan penghapusan batu bara secara bertahap adalah salah satu pilihannya, maka tenaga nuklir tidak bisa dihindari,” jelas Bob.

Ia mengatakan, untuk menggantikan batu bara sebagai sumber energi utama Indonesia, diperlukan sumber energi yang ramah lingkungan namun memiliki sifat seperti batu bara yang mampu bertahan hingga 24 jam.

Selain itu, Bob juga mengungkapkan bahwa sumber energi yang dapat menggantikan batu bara haruslah sumber energi yang mendekati sumber beban, namun tetap menghasilkan listrik yang murah dan terjangkau.

Bob mengapresiasi sumber energi yang memenuhi kriteria tersebut adalah energi nuklir yang juga dapat beroperasi kapan saja dan tidak bergantung pada kondisi alam seperti sumber energi baru terbarukan (REB) lainnya. “Jadi masalahnya sekarang kita ingin energi primer yang bersih. Jadi kalau kita pakai ketiga energi yang lebih bersih, maka satu-satunya pilihan adalah nuklir kalau kita pakai kriteria itu,” kata Bob.

Dengan demikian, pemerintah diharapkan dapat segera meresmikan tinjauan kebijakan yang diharapkan dapat dilakukan pada tahun 2024. Hal ini juga dapat menjadi payung hukum bagi pemanfaatan tenaga nuklir sebagai sumber energi di Indonesia yang bertujuan untuk mencapai tujuan. untuk mulai beroperasi pada tahun 2032.

“Nah, makanya pemerintah sedang melakukan review kebijakan internasional yang sedang dikerjakan saat ini, dan mereka bilang itu sedang diharmonisasi dan akan dilakukan tahun ini atau ditandatangani oleh presiden tahun ini. Mudah-mudahan sudah ada, sebelum Agustus. itu masuk dalam opsi yang akan menjadi bagian energi,” tegasnya.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebelumnya menyatakan pembentukan Organisasi Pelaksana Program Tenaga Nuklir (NEPIO) harus segera dilakukan. Hal ini mengikuti skenario pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) yang akan dimulai pada tahun 2033.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi menjelaskan, semakin lama NEPIO maka dampaknya akan semakin besar terhadap rencana pembangunan PLTN Tanah Air. .

“Tentunya harus secepatnya karena kalau RUKN kita cabut, itu dipasang tahun 2033, kalau dicabut tahun 2023 harusnya organisasinya sudah ada. Kalau itu terjadi, mungkin tertunda,” ujarnya. Eniya dalam rapat di DPR, dikutip Selasa (26/3/2024).

Namun, Eniya menjelaskan, berbeda dengan PLTN berkapasitas 100 megawatt yang pembangunannya membutuhkan waktu 10 tahun, PLTN kecil berkapasitas 1-2 megawatt biasanya hanya membutuhkan waktu sekitar 6 tahun. “Dari konsep, lokasi, dan commissioning butuh waktu lama, tapi kalau 1MW tidak butuh waktu bertahun-tahun, saya dengar, 6 tahun,” ujarnya. Tonton video di bawah ini: Video: Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Pertama RI yang Dibangun di Babel, Beroperasi Tahun 2030 (pgr/pgr)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *