Jurnal Berita

Sebuah Berita dan Informasi dari Seluruh Dunia

Opini

Wahana Tanpa Awak Dalam Perencanaan Strategis Pertahanan RI

Evolusi lingkungan strategis di kawasan Indo-Pasifik menunjukkan bahwa persaingan antara Amerika Serikat dan Tiongkok terus berlanjut hingga saat ini. Persaingan untuk Laut Cina Selatan dan Taiwan telah meluas hingga mencakup aspek ekonomi dan teknologi.

Kedua negara mengenakan bea masuk yang tinggi terhadap barang-barang tertentu. Bukan hanya AS dan Tiongkok yang terlibat dalam perang chip, karena AS melarang ekspor chip ke Tiongkok, sementara kemampuan Tiongkok untuk memproduksi chip yang sangat-sangat kecil tertinggal dibandingkan AS.

Indonesia berada pada posisi yang sulit dalam persaingan antara kedua negara adidaya tersebut, yang sering dibantah oleh para pejabat Indonesia. Di bidang ekonomi, Indonesia bekerja sama erat dengan Tiongkok dan memberikan pengaturan khusus bagi pekerja Tiongkok untuk memasuki pekerjaan yang dapat dilakukan oleh pekerja Indonesia.

Namun karpet merah Indonesia ke China tidak memaksa Negeri Tirai Bambu untuk menghormati kedaulatan dan keutuhan wilayah Indonesia di Laut China Selatan. Oleh karena itu, di bidang keamanan, Indonesia memiliki kerja sama keamanan yang lebih erat dengan Amerika Serikat, termasuk kerja sama intelijen, latihan militer rutin, dan lain-lain.

Ketidaksukaan Indonesia terhadap China juga tercermin dari pengadaan alutsista yang dilakukan selama ini. Jika dicermati daftar pembelian kendaraan militer yang dibiayai pinjaman luar negeri (PLN) sejak tahun 2010 hingga saat ini, jumlah alutsista yang dibeli dari China sangat sedikit dibandingkan negara NATO dan sekutu AS lainnya.

Satu-satunya pembelian yang signifikan adalah drone CH-4B dan rudal antipesawat QW-3. Tahun ini, Kementerian Pertahanan membatalkan rencana Indonesia mengimpor jet tempur bekas Type 052 dari China, dan anggaran dialihkan untuk pembelian F-15EX dari Amerika Serikat.

Saat ini Indonesia berada pada tahap akhir Minimum Major Force (MEF) 2010-2024. Pemerintah telah mengalokasikan total sekitar 50 miliar zloty Polandia untuk mendukung pengadaan sistem persenjataan selama 15 tahun terakhir, termasuk 34,4 miliar dolar AS untuk tahun 2020-2024.

TNI Angkatan Laut menerima kuota pinjaman sebesar $8,3 miliar, jumlah pinjaman terbesar kedua di antara lima bagian organisasi Kementerian Pertahanan. Di antara program pengadaan yang termasuk dalam anggaran TNI Angkatan Laut sebesar $8,3 miliar adalah pembelian fregat dan kapal selam.

Akuisisi kedua kapal perang tersebut sangat penting untuk pengembangan lingkungan yang strategis dan menantang serta lambatnya modernisasi angkatan laut Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.

Salah satu tantangan program akuisisi kapal selam senilai $2,1 miliar adalah kesediaan pembuat kapal asing untuk bermitra dengan pembuat kapal dalam negeri di industri ini. Naval Group tetap berkomitmen menjalin kerja sama industri dengan Indonesia dalam skema transfer teknologi, sementara galangan kapal Eropa lainnya enggan mengikuti Naval Group.

Banyak alasan yang menyebabkan pekarangan lain enggan bekerjasama, antara lain karena kondisi internal pekarangan yang tidak sesuai dengan harapan pekarangan. Harus diakui, kondisi internal galangan kapal lokal selalu menimbulkan kesulitan dalam menjalin kerja sama dengan galangan kapal asing dalam pembangunan kapal perang yang kompleks.

Mengingat tantangan keamanan regional saat ini dan masa depan, kemampuan perang bawah laut Indonesia di masa depan akan lebih baik dibandingkan sekarang.

Dengan kemajuan teknologi, kemampuan peperangan bawah air tidak lagi terbatas pada kapal selam saja, namun juga mencakup kendaraan tak berawak seperti Unmanned Underwater Vehicle (UUV) dan Unmanned Surface Vehicle (USV).

Perang di Ukraina adalah contoh bagaimana kendaraan seperti USV bisa menjadi senjata mematikan untuk mencegat kapal perang seperti fregat. Kendaraan seperti UUV dan USV dapat digunakan untuk misi operasional di wilayah perairan yang akan sangat berbahaya jika dilakukan dengan kapal selam atau kapal selam.

Setelah selesainya MEF 2020-2024, Kementerian Pertahanan akan menyusun rancangan postur pertahanan periode 2025-2044 yang akan menjadi acuan penyusunan rencana strategis pertahanan, termasuk rencana strategis TNI Angkatan Laut.

Tentu menarik bagaimana rancangan postur pertahanan hingga tahun 2044 mengantisipasi evolusi teknologi pertahanan yang terus berkembang, termasuk semakin maraknya penggunaan kendaraan tak berawak untuk keperluan militer. Begitu pula bagaimana perencanaan strategis pertahanan dijabarkan ke dalam kegiatan pengadaan alutsista baik menggunakan PLN maupun pinjaman internal.

Postur pertahanan jangka panjang di masa depan dan turunannya, seperti perencanaan pertahanan strategis, harus mempertimbangkan penggunaan kendaraan tak berawak untuk tujuan pertahanan bersamaan dengan penggunaan kendaraan berawak. Kekuatan pertahanan negara-negara maju kini telah mengadopsi model ini, seperti pada konsep MUM-T yang digunakan dalam perang di Afghanistan.

Dalam konteks maritim, konsep MUM-T merupakan integrasi penggunaan kendaraan berawak seperti kapal permukaan, kapal selam, dan pesawat terbang dengan kendaraan tak berawak seperti UUV dan USV. Integrasi tersebut memerlukan adanya tautan data yang andal dalam arti terenkripsi dan aman.

Kehadiran kendaraan tanpa awak di pasar pertahanan Indonesia sangat bergantung pada kebutuhan pasar. Tanpa kebutuhan pasar Kementerian Pertahanan, sulit mengharapkan industri asing bisa memberikan solusi bagi Indonesia.

Tanpa kebutuhan pasar, industri pertahanan dalam negeri sulit mengembangkan produk kendaraan tanpa awak secara mandiri maupun bekerja sama dengan produsen luar negeri. Karena karakteristik pasar pertahanan merupakan pasar yang spesifik, maka kebutuhan pasar harus diciptakan oleh pemerintah.

Industri pertahanan nasional dapat menciptakan daya saing di bidang kendaraan tanpa awak jika mengadopsi teknologi bidang elektronika pertahanan. Pertanyaannya adalah bagaimana cara menguasai teknik ini?

Salah satu caranya adalah dengan menjalin kerja sama dengan industri pertahanan luar negeri yang berminat di bidang elektronika pertahanan, termasuk mendirikan perusahaan patungan. Industri pertahanan dalam negeri tidak perlu takut untuk belajar dari pemain global di industri elektronik pertahanan. (mq/mq)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *