Jurnal Berita

Sebuah Berita dan Informasi dari Seluruh Dunia

Techno

Isu Monopoli Pinjol, Mantan Wakil Ketua MK Sebut Dugaan KPPU Tak Tepat

Jakarta, CNBC Indonesia – Model akademisi sekaligus mantan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Prof. Dr. Aswanto punya pendapat berbeda atau “berlawanan” di hadapan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait dugaan kartel atau monopoli fintech bunga peer-to-peer (P2P) atau pinjaman internet (Pinjol) yang dilakukannya.

Menurut Aswan, tudingan KPPU memungut bunga pinjaman pendidikan dari peminjam adalah salah. Sebab, dia melihat Pinjol dikuasai hukum. Oleh karena itu tidak penting jika dikaitkan dengan Konstitusi. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Seperti diketahui, perilaku monopoli sebagaimana tercantum dalam UU No. 5 Tahun 1999, pemusatan kekuatan ekonomi pada satu atau lebih pelaku, yang mengakibatkan penguasaan dan produksi dan/atau pemasaran produk dan/atau jasa tertentu, sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.

“Kalau perusahaan yang menawarkan ini adalah badan hukum yang diberi kuasa oleh perusahaan, selama itu dilakukan saya kira tidak ada masalah,” jelas Aswanto, Kamis, (2/5/2024). ).

Sekadar informasi, pada awalnya KPPU dan keterangan resminya telah melakukan berbagai kajian terkait permasalahan pinjaman pendidikan sejak Februari 2024. Melalui proses tersebut, hasil kajian KPPU menunjukkan bahwa para peminjam telah menaikkan suku bunga pinjamannya dengan sangat tinggi, yang lebih tinggi dari suku bunga bank, baik untuk pinjaman produksi maupun konsumsi.

Dengan demikian, KPPU menduga para pelaku jasa perkreditan telah melakukan perilaku monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di pasar. Oleh karena itu, pada tanggal 20 Maret 2024, KPPU memutuskan untuk melanjutkan pengkajian atau penyidikan dengan melakukan penyelidikan pendahuluan untuk mencari bukti-bukti pelanggaran dan memperjelas dugaan pelanggaran UU No. 5 Tahun 1999.

Berdasarkan keterangan resmi tersebut, Aswanto sangat yakin bahwa banyak nasabah yang patut mengapresiasi P2P lending atas kemudahan pemberian pinjaman mahasiswa.

“Secara ilmiah kita harus paham, tentu saja pernyataan KPPU itu benar karena ada minat yang besar, malah karena kalau ada minat yang besar maka mahasiswa tidak mau menerimanya, karena siswa kita pintar Kalau dikatakan wajar, karena sistemnya sederhana Kalau dikatakan lebih banyak monopoli, jelas Aswanto.

Permasalahan yang ada saat ini, lanjut Aswanto, adalah bagaimana memenuhi kebutuhan masyarakat miskin. Karena banyak bank klasik yang lebih baik dalam hal pemberian pinjaman.

“Bukan hanya karena sistem kredit di perbankan yang keras dan lebih selektif, lalu (P2P lending) yang mudah lalu bunganya tinggi lalu dianggap apa yang bisa terjadi, saya rasa tidak akan hilang begitu saja,” dia menjelaskan. . .

Pasalnya, kata Aswanto, jika berbicara filosofi yang dimulai dari konstitusi, pelaksanaan peraturan perundang-undangan pemerintah, tidak ada dasar yang mengatakan keterlibatan lembaga keuangan untuk membantu mahasiswa yang berjuang itu terasa seperti itu.

“Saya membaca banyak undang-undang tentang hal ini, tetapi saya tidak menganggapnya tidak dapat diterima,” pungkas Aswanto.

Simak video di bawah ini: CEO raksasa teknologi berkunjung ke RI, apakah media digital sudah maju? (hura/hura)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *