Jurnal Berita

Sebuah Berita dan Informasi dari Seluruh Dunia

Opini

Kedudukan Penjaminan Pemerintah Dalam Proyek Infrastruktur

Jaminan Negara adalah salah satu dari beberapa bentuk bantuan Negara yang diberikan dalam rangka pembangunan infrastruktur yang dilaksanakan melalui Skema Kerjasama Usaha Umum (KPBU) atau Kerjasama Pemerintah-Swasta (KPBU) atau skema lainnya.

Secara teori, dukungan negara terbagi menjadi dua bentuk. Pertama, dukungan langsung (unconditional support), yang dicapai melalui kontribusi pajak, pembebasan lahan, perizinan, insentif pajak, dan setoran langsung dalam konstruksi.

Kedua, dukungan tidak langsung berupa jaminan pemerintah (dukungan bersyarat). Tujuan pemberian dukungan pemerintah, termasuk jaminan pemerintah, adalah untuk menjadikan proyek infrastruktur layak secara finansial sehingga pemberi pinjaman bersedia memberikan pinjaman untuk membiayai proyek tersebut.

Kontribusi pajak dalam Skema Bantuan Negara di atas dimaksudkan sebagai kontribusi finansial berupa pemberian bantuan kelayakan terhadap sebagian biaya konstruksi proyek KPBU dalam penyediaan infrastruktur.

Karena sifatnya yang meningkatkan kapasitas, bantuan ini dikenal dengan nama Life Gap Fund (VGF). VGF juga bertujuan untuk meningkatkan kepastian proyek infrastruktur sehingga layanan infrastruktur publik tersedia bagi masyarakat dengan harga yang terjangkau (affordable).

Secara umum, utang merupakan sumber pembiayaan terbesar bagi proyek infrastruktur. Komposisi pembiayaan biasanya 10%-30% berasal dari dana internal sebagai modal pemilik proyek, dan sebagian besar sisanya yakni 70%-90% berasal dari utang tergantung jenis infrastrukturnya.

Karena dana (hutang) asing merupakan bagian terbesar dari komposisi pembiayaan proyek, maka wajar jika pemberi pinjaman meminta jaminan dari pemilik proyek. Tujuan dari jaminan pemerintah adalah untuk membuat proyek infrastruktur layak secara finansial sehingga pemberi pinjaman bersedia memberikan pinjaman untuk membiayai proyek tersebut.

Belakangan, wacana jaminan negara kembali menguat. Hal ini terutama terjadi setelah pemerintah mengeluarkan kebijakan melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu RI) tentang tata cara pemberian penjaminan proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB).

Hal ini tertuang dalam peraturan Menteri Keuangan. 89 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Jaminan Pemerintah Dalam Rangka Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Api Kecepatan Tinggi Antara Jakarta dan Bandung (PMK Penjaminan KCJB). Apalagi proyek KCJB sudah lama menjadi wacana publik, ada kelebihan dan kekurangan jaminan negara.

Wacana penjaminan pemerintah terhadap proyek KCJB terutama didasarkan pada konsekuensi penjaminan terhadap risiko keuangan publik negara. Setelah itu, sejak penjaminan dilaksanakan melalui PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) sebagai badan usaha penjaminan infrastruktur (BUPI), maka pembahasan selanjutnya adalah sejauh mana kapasitas PII mampu menjamin dan menutup liabilitas jika terjadi wanprestasi pada KCJB. . Proyek Sertifikasi KCJB Proyek KCJB merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN). Adanya status KCJB dalam Keputusan Presiden (Perpres) no. 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (Perpres PSN). Pasal 25 Perpres PSN mengatur bahwa pemerintah dapat memberikan jaminan terhadap PSN yang dilakukan oleh badan usaha.

Sebelum terbitnya Perpres PSN, Pemerintah telah menerbitkan Perpres No. 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Api Kecepatan Tinggi antara Jakarta dan Bandung (Perpres KCJB).

Sesuai Keppres KCJB, proyek KCJB semula direncanakan tidak menggunakan fasilitas penjaminan. Namun melalui Keputusan Presiden No. 93 Tahun 2021 yang merupakan perubahan atas Perpres KCJB, proyek KCJB dirancang untuk memanfaatkan jaminan pemerintah. Mungkin timbul pertanyaan, mengapa proyek KCJB menyasar eksploitasi jaminan negara?

Perlu diketahui, KCJB merupakan proyek yang dibangun oleh Konglomerat BUMN bersama investor asal Tiongkok, China Beijing Yawan HSR Co.Ltd. Komposisi kepemilikannya adalah 60% BUMN Grup dan 40% sisanya dimiliki oleh China Beijing Yawan HSR Co.Ltd.

Sedangkan konsorsium BUMN terdiri dari PT KAI, PT Wijaya Karya, PTPN VIII dan PT Jasa Marga dengan PT KAI sebagai pimpinannya. Komposisi keuangan proyek KCJB merupakan 25% dana internal berupa ekuitas pemilik proyek dan 75% berasal dari pinjaman, dalam hal ini China Development Bank (CDB).

Seperti diketahui, sempat terjadi keterlambatan penyelesaian pembangunan proyek KCJB. Keterlambatan ini menimbulkan biaya tambahan (cost overruns). Pada Mei 2023, keputusan Komite Kereta Kecepatan Tinggi menetapkan pembengkakan biaya sebesar USD 1,206 miliar.

Sesuai kontrak, pembiayaan pembengkakan biaya akan ditanggung secara proporsional oleh pemilik proyek yang merupakan pemegang saham KCJB. Sementara pembiayaan cost overrun sebesar 25% ditanggung oleh penyertaan modal pemilik proyek KCJB, dimana 60% dikontribusikan oleh konsorsium BUMN.

Sedangkan 75% (pembengkakan biaya) akan dibiayai oleh pinjaman pemilik proyek. Dalam hal ini, Grup BUMN membutuhkan pinjaman sebesar 542,7 juta dolar.

Tentu tidak mudah untuk meyakinkan pemberi pinjaman (dalam hal ini CDB) untuk memberikan pinjaman tambahan sebagai konsorsium utama PT KAI. CBD tentunya membutuhkan keyakinan bahwa tambahan pinjaman yang diberikan dapat dilunasi.

Pada saat yang sama, CBD memerlukan bukti bahwa pemilik proyek, dalam hal ini termasuk pemerintah melalui BUMN dan investor di Tiongkok, memiliki komitmen yang kuat terhadap kelangsungan proyek tersebut. Dalam konteks ini, pemberian jaminan negara bersifat wajib.

Dengan adanya bukti dukungan penjaminan pemerintah, PT KAI dapat menunjukkan komitmennya kepada CBD bahwa proyek tersebut akan tetap berjalan, yang menjadi dasar untuk melanjutkan komitmen CBD untuk memberikan tambahan kredit kepada KAI.

Oleh karena itu, salah jika kita berasumsi bahwa jaminan tersebut diberikan untuk melindungi kepentingan investor, khususnya investor di China. Pemberi pinjaman memberikan jaminan untuk mendanai pembengkakan biaya proyek KCJB. Risiko Finansial Penjaminan KCJ Praktek pemberian penjaminan oleh pemerintah bukanlah hal baru di Indonesia. Seperti pada proyek percepatan pembangunan pembangkit 10.000 MW (fast track) tahap pertama, praktik pemberian jaminan negara sudah dilakukan sejak tahun 2006.

Apabila ketidakmampuan PLN membayar kewajiban tersebut merupakan akibat dari kebijakan pemerintah, maka jaminan ini diberikan kepada kreditur pembiayaan utang ekspor untuk membayar kewajiban Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Seiring berjalannya waktu, skema jaminan telah meningkat secara signifikan. Pada awal pelaksanaannya, penjaminan proyek infrastruktur dilaksanakan langsung oleh pemerintah.

Akibatnya, negara terkena risiko keuangan dalam bentuk kewajiban kontinjensi. Oleh karena itu, jika proyek infrastruktur yang mendapat jaminan pemerintah tidak membuahkan hasil, APBN langsung menanggung kerugian tersebut.

Sejak tahun 2009, pemerintah telah membentuk BUPI yaitu PII yang memberikan penjaminan proyek infrastruktur. Sekarang skema garansinya juga berbeda. Artinya, tidak hanya skema penjaminan proyek Kerjasama Pemerintah-Swasta (yang sudah ada sebelumnya), tetapi juga skema penjaminan pinjaman langsung ke BUMN seperti yang saat ini diterapkan pada proyek KCJB.

PII berperan sebagai penyerap kerugian pertama. Kerugian pertama adalah besarnya bagian penjaminan BUPI yang dialokasikan untuk pemberian jaminan negara. Melalui mekanisme ini, PII berperan sebagai lini pertahanan pertama yang menyerap risiko kerugian akibat kegagalan pembayaran.

Oleh karena itu, melalui peran ini, PII membantu melindungi pemerintah dari timbulnya kewajiban kontinjensi dan meminimalkan guncangan langsung terhadap APBN. Berdasarkan penjaminan proyek KCJB, risiko finansial yang timbul sebenarnya dimitigasi oleh mekanisme mitigasi risiko PII.

Selama ini beban keuangan yang timbul dari penjaminan langsung pemerintah atau penjaminan dari PII sebenarnya relatif kecil. Hal ini tercermin dari kinerja APBN yang sangat kuat selama ini.

Kemudian PII dan BUPI menunjukkan kinerja yang konsisten dalam meningkatkan profitabilitas setiap tahunnya. Hal ini juga menunjukkan dua hal penting.

Pertama, pengelolaan agunan PII dilakukan secara sehat dan hati-hati (prudent). Kedua, pihak yang dijamin menunjukkan komitmen yang tinggi terhadap pengelolaan keuangan yang baik, sehingga berdampak pada semakin rendahnya klaim yang harus dibayar PII sebagai penjamin.

Situasi ini dapat dicapai antara lain karena mekanisme agunan PII juga menerapkan berbagai langkah untuk memitigasi risiko agunan. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengurangi risiko adalah dengan mewajibkan penjamin (penerima sertifikat) untuk membuka rekening khusus (sinking fund).

Dalam lingkup Penjaminan Proyek KCJB, ketentuan mengenai sinking capital juga diatur dalam PMK Penjaminan KCJB. Dalam hal ini koresponden wajib menyetor dan menjaga keutuhan harta kekayaan sejumlah minimum angsuran pokok dan bunga pinjaman yang harus dibayar selama tiga periode pembayaran kewajiban berikutnya melalui rekening khusus ini. Dengan langkah-langkah mitigasi ini, deteksi dini terhadap kemampuan membayar nasabah yang terjamin dapat dipantau setiap saat.

Penulis menilai pemberian proyek KCJB merupakan langkah paling realistis dibandingkan opsi lainnya. Hal ini karena mengganggu proyek KCJB menimbulkan risiko yang lebih besar terhadap reputasi Indonesia, terutama di mata investor dan pemberi pinjaman.

Di sisi lain, kegagalan KCJB dalam menyelesaikan proyek juga dapat menimbulkan tuntutan hukum dari pihak peserta proyek. Selain itu, jika proyek ini tidak berjalan sesuai rencana, kami juga mempunyai kemungkinan kehilangan manfaat ekonomi yang mungkin timbul dari keberadaan proyek KCJB.

Pasalnya, selain pembangunan infrastruktur transportasi umum, Kawasan Terpadu atau Transit-Oriented Development (TOD) juga sedang dikembangkan melalui proyek KCJB. Dikombinasikan dengan kereta api berkecepatan tinggi, konsep TOD diharapkan dapat meningkatkan kemudahan akses sehingga diharapkan dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi di wilayah sekitarnya. (miq/miq)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *