Jurnal Berita

Sebuah Berita dan Informasi dari Seluruh Dunia

Opini

Lembur PNS: Peningkatan Kesejahteraan atau Penyelewengan?

Pengertian kerja lembur sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 125/PMK.05/2009 adalah pekerjaan yang wajib dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam jangka waktu tertentu di luar jam kerja yang tertera. di setiap kantor dan kantor pemerintahan. . Secara singkat, lembur dapat diartikan sebagai bekerja lembur atau bekerja di luar jam kerja.

Faktanya, lembur dilakukan ketika benar-benar diperlukan untuk menyelesaikan tugas-tugas normal yang harus diselesaikan dengan cepat atau mendesak tetapi tidak dapat diselesaikan pada jam kerja. Karena mendesaknya pekerjaan maka harus jelas jangka waktunya, sifat pekerjaan yang akan dilakukan dan hasil atau hasil yang akan dicapai.

Jumlah Kelebihannya, Menteri Keuangan No.32/PMK. . Selain itu, diberikan pula 35.000 untuk kelompok I dan II, 37.000 untuk kelompok III, dan tambahan 41.000 jam lembur per orang per hari.

Alokasi kelebihan dana tersebut dituangkan dalam Jadwal Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kementerian/Lembaga pada kategori belanja pegawai. Besaran biaya overhead yang dapat disediakan Kementerian/Lembaga dalam DIPA sangat bervariasi.

Upah lembur bagi pegawai pemerintah justru membantu meningkatkan gaji pegawai pemerintah. Seorang pegawai negeri harus bekerja lembur di luar jam kerja normal untuk menerima upah lembur. Pertanyaan yang jelas adalah apakah jam kerja tersebut mematuhi undang-undang yang berlaku atau, lebih khusus lagi, sifat dari jam kerja tersebut.

Yang terlihat jelas dalam konteks ini adalah banyak pegawai pemerintah yang mempunyai jam kerja tidak teratur atau palsu. Maksudnya, tidak ada kerja lembur, tapi menciptakan kerja lembur. Jumlah uang tersebut memang tidak seberapa jika dilihat dari nilai moneternya, namun lama kelamaan uang tersebut disalahgunakan oleh pejabat pemerintah itu sendiri. Kegiatan seperti itu dianggap wajar untuk meningkatkan pendapatan pegawai pemerintah untuk tujuan kesejahteraan.

Dalam Peraturan (UU) no. Dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009. Undang-Undang 20 September 2001 tentang Pemberantasan Korupsi menyatakan bahwa perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau perusahaan yang merugikan keuangan negara atau perekonomian nasional merupakan tindak pidana korupsi.

Di beberapa instansi pemerintah, upah lembur sudah menjadi bentuk pungutan ketika pegawai tidak membayar. Setiap karyawan bisa mendapatkan penghasilan antara Rp600 ribu hingga 1 juta per bulan. Setiap karyawan dapat menerima Rp7,2 juta per tahun.

Jika jumlah pegawai di satu kementerian mencapai 10.000, berarti uang negara sebesar Rp 120 miliar dibayarkan untuk jam kerja palsu. Jumlah yang mencengangkan, apalagi jika terjadi di seluruh Kementerian/Kementerian, bisa mencapai miliaran uang negara yang masuk ke kantong pribadi pejabat pemerintah.

Penyalahgunaan dana publik untuk jam kerja palsu tampaknya merupakan hal yang biasa. Metode ini diterapkan oleh para insinyur yang berpartisipasi. Pekerja tidak bekerja lembur, tetapi selalu ada waktu lembur jika tidak ada, sehingga pekerja dibayar lembur. Dari segi pengelolaan anggaran memang luar biasa, belanja pemerintah merata.

Jika melihat UU Tipikor, jelas perbuatan yang merugikan keuangan negara bisa diancam dengan pidana penjara minimal 4 tahun dan denda minimal 200 juta. Padahal, kerja palsu kali ini berat untuk mendeteksi karena ada bukti keikutsertaannya meskipun pegawai yang bersangkutan tidak ada di kantor.

Seperti yang Anda lihat, ada pekerja yang bekerja lembur, tapi tidak banyak. Kebanyakan pekerja tidak dibayar lembur. Karena upah lembur sebanding dengan upah pekerja, maka baik pekerja maupun upah diperlukan.

Dari segi administratif juga tidak mudah untuk membuktikan terjadinya korupsi, karena terdapat bukti yang sah mengenai upah lembur dan jumlah uang lembur yang dibayarkan serta sesuai dengan cara yang digunakan.

Diperlukan upaya yang kuat dan konsisten untuk mencegah hilangnya dana masyarakat akibat lembur. Pertama, pemerintah harus memberlakukan undang-undang yang lebih ketat mengenai penegakan hukum lembur. Jelas bahwa sistem yang ada saat ini tidak mendukung langkah-langkah antikorupsi, dan masih ada celah yang memungkinkan manajer atau pekerja membayar lembur.

Menggantikan kehadiran manual dengan kehadiran elektronik tidak mewakili perubahan signifikan dalam pencegahan jam kerja palsu. Banyak pengusaha yang mengatasi masalah ini dengan hanya hadir secara elektronik, namun tanpa lembur.

Kebutuhan untuk mendukung informasi absensi, misalnya pemesanan lembur dan CCTV serta pelaporan lembur. Rekaman CCTV ini sebaiknya dilampirkan pada formulir klaim lembur dan dapat menjadi alat pemantauan yang efektif untuk pemantauan lembur.

Selain itu, manajer yang memesan lembur harus memilih lembur. Jika perlu, karyawan harus memiliki catatan tertulis tentang kerja lembur yang diakui oleh otoritas pengawas, sehingga pekerjaan darurat harus berupa lembur. .

Sebagai bagian dari pemeriksaan, setiap Pemeriksa harus menyampaikan laporan tertulis tentang barang yang diproduksi selama jam kerja lembur.

Ujian kedua adalah pemerintah sangat selektif dalam memberikan kelebihan dana pada DIPA. Diperlukan lebih banyak penelitian mengenai pengaruh sumber daya lembur terhadap kinerja karyawan.

Tingkat waktu lembur yang diperlukan setiap kementerian harus dinilai secara cermat dengan menggunakan analisis kerja (WBA) dan memperhitungkan hari dan jam kerja di masing-masing lembaga, agar dapat mencapai tingkat yang sesuai. Setiap kementerian/lembaga membutuhkan tunjangan lembur.

Ketiga, perlu adanya upaya terus-menerus untuk menanamkan nilai-nilai integritas di kalangan aparatur sipil negara dan pegawai. Sudah jelas bahwa sangat penting untuk mengubah pola pikir pekerja dalam perlakuan upah lembur. Upah lembur merupakan pendapatan yang besar dan upah lembur merupakan konsep yang mempengaruhi kesejahteraan pekerja.

Penanaman nilai-nilai integritas dapat dilakukan melalui sharing kegiatan akademik atau antikorupsi di lembaga-lembaga publik. Kejujuran merupakan hal yang penting bagi PNS dalam menjalankan pekerjaannya sehari-hari, dan kita berharap dengan adanya internal, pemahaman PNS terhadap keuangan negara semakin meningkat. (mq/mq)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *