Jurnal Berita

Sebuah Berita dan Informasi dari Seluruh Dunia

Ragam

Sekuat Apa “Sell In May and Go Away” Bikin IHSG Merana?

Jakarta, CNBC Indonesia – Indeks harga saham gabungan (IHSG) anjlok pada akhir perdagangan II Kamis (2/5/2024), setelah bank sentral Amerika Serikat (AS) kembali mempertahankan suku bunganya dan tidak akan diturunkan. . masa depan yang dekat.

Hingga pukul 14:48 WIB, IHSG melemah 2,05% ke 7.085,744. IHSG pun terkoreksi hingga level psikologis 7.000 pada sesi II. Nilai transaksi indeks pada sesi II mencapai sekitar Rp 12 triliun dengan jumlah transaksi mencapai 15 miliar saham dan melampaui 1 juta kali.

Haruskah Anda menjual saham Anda karena kata ajaib “Jual di bulan Mei dan lari”? Pertanyaan yang sering ditanyakan teman-teman membahas portofolio saham dan reksa dana.

Ada pertanyaan lain yang lebih umum, apa sebenarnya definisi dari frasa ini.

Sebenarnya arti penuh dari ungkapan tersebut adalah “Jual di bulan Mei dan larilah; jangan kembali lagi sampai Hari St. Leger.”

Asal muasal ungkapan dimana ungkapan ini diucapkan adalah di London, Inggris Raya, dimana para bangsawan, pedagang dan bankir pergi berlibur ke luar kota menuju pedesaan pada musim panas.

St. Leger Day sendiri mengacu pada pacuan kuda ketiga dalam English Triple Crown Winners yang diadakan untuk kuda campuran dan berlangsung pada bulan September.

Meskipun diterima secara umum di pasar saham Inggris, mereka menjadi penting dalam dunia investasi Amerika Serikat setelah Perang Dunia Kedua.

Kata-kata mutiara ini pada akhirnya menyiratkan bahwa 6 bulan Mei-Oktober akan menjadi saat yang buruk bagi organisasi pasar keuangan, yang sering dikatakan berdasarkan data historis dibandingkan 6 bulan sebelumnya, yaitu November-April.

Pada saat ini, teori yang sering disebut dengan “Halloween Indicator” atau “Halloween Effect” artinya investor akan melepas portofolionya ke pasar saham.

Sebuah artikel di website Investopedia menunjukkan bahwa pada periode 1950-2013, indeks acuan utama di Amerika Serikat, Dow Jones Industrial Average (DJIA), mengalami return yang rendah yaitu 0,3% pada Mei-Oktober saja.

Kinerja DJIA berada di bawah rata-rata perolehan sebesar 7,5% selama periode November-April berdasarkan kolom Forbes tahun 2017.

Meskipun alasan pasti dari tren ini tidak diketahui, rendahnya volume perdagangan selama liburan musim panas dan tingginya aliran dana selama musim dingin dikatakan menjadi alasan tambahan atas perbedaan kinerja dana pada periode antara Mei-Oktober. dan November-April. .vs “Terjual di bulan Mei”

Namun berdasarkan penelitian analis Bank of America Merrill Lynch di Amerika Serikat, menunjukkan bahwa dalam sejarah sejak tahun 1928, periode Juni-Agustus merupakan periode terbaik kedua di pasar saham setiap tahunnya.

Artikel yang sama menyatakan bahwa statistik terkini menunjukkan bahwa tren musiman ini tidak lagi akurat saat ini.

Berdasarkan artikel di laman Investor’s Business Daily pada Mei 2018, menunjukkan bahwa investor Wall Street yang memiliki portofolio saham menjual kepemilikannya pada Mei 2016, sehingga akan banyak kehilangan peluang emas.

Pasalnya, indeks NASDAQ pada akhir April 2016 sebesar 4.775, lebih tinggi dibandingkan Mei dan meningkat pada akhir Juni.

NASDAQ kemudian naik 55% sejak akhir Juni tahun yang sama hingga akhir Januari 2018.

Bahkan, Investor’s Business Daily juga menulis bahwa konsep berdasarkan ‘hari’ yang dianggap lebih efektif dibandingkan “Jual di bulan Mei” adalah “Selalu ingat untuk menjual di bulan September”.

“Selalu ingat untuk menjual di bulan September” juga dianggap penting karena ketika kita memasuki bulan Oktober dikatakan bahwa pasar saham sedang turun dan menciptakan tren bearish, dan apakah kinerja perusahaan-perusahaan saham besar kembali turun. Pekerjaan dijual di bulan Mei” Indonesia?

Rudiyanto, Direktur PT Panin Asset Management, dalam sambutannya kepada klien juga menyatakan, tingkat akurasi konsep “Jual Mei dan Tinggalkan” hanya 38% di pasar saham Indonesia.

“Hanya 8 dari 21 tahun ekspektasi yang terealisasi,” tulis Panin Asset Management dalam penasehatannya kepada klien yang dikutip Jumat (3/5).

Dia mengatakan, angka 38% tersebut berasal dari laporan kinerja IHSG pada Mei hingga Oktober, artinya pasar saham sebenarnya sedang berada pada kondisi terburuknya dalam 8 tahun terakhir pada bulan tersebut.

Untuk periode Mei-Oktober pada 13 tahun lainnya, IHSG masih bagus sehingga teori tersebut tidak tepat.

Beliau menjawab: “Apa yang tertulis adalah bukti keakuratannya.”

Bahkan, ide sisi yang muncul di “Jual di Bulan Mei” yaitu “Beli di Bulan November” semakin akurat ketika diuji keakuratannya oleh Rudiyanto.

Untuk periode November-April, yang didefinisikan oleh teori “Jual di bulan Mei” sebagai waktu untuk berinvestasi pada saham-saham yang akan berkinerja lebih baik dari Mei-Oktober, teori tersebut menunjukkan bahwa terdapat kinerja yang sangat baik pada tahun 1997-2018.

Pada tahun yang sama, Rudiyanto menunjukkan bahwa jumlah tahun yang bulan November-April baik sebanyak 15 kali, sedangkan jumlah tahun yang bulan November-April buruk hanya 6 kali, sehingga menghasilkan tingkat akurasi sebesar 71%.

Dalam tulisannya, Rudiyanto juga memperkirakan kemungkinan terjadinya koreksi pasar pada Mei-Oktober tahun ini adalah sebesar 38%, angka yang kecil karena tahun ini adalah tahun pemilihan presiden dimana tren tersebut akan kuat.

Terakhir, akan lebih baik jika mengikuti teori yang didasarkan pada ‘tanggal’ November-April karena tingkat probabilitas secara historis lebih tinggi dibandingkan koreksi pada Mei-Oktober.

Namun perlu dipahami bahwa keputusan investasi harus disesuaikan dengan situasi individu dan tingkat investasi serta tingkat risiko, dimana investasi jangka panjang harus dilakukan secara berkala.

Dan tentunya bagi yang belum berinvestasi sama sekali, buruan deh, karena belum terlambat untuk berinvestasi hari ini. Berinvestasi untuk hari esok sudah terlambat. Tonton video di bawah ini: Video: Apple menyiapkan pembelian kembali saham senilai $110 miliar (mkh/mkh)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *